Tokoh.co.id – Lithium Ferro Phosphate (LFP) adalah teknologi baterai yang digunakan dalam kendaraan listrik. LFP diidentifikasi oleh peneliti AS pada akhir 1990-an sebagai teknologi katoda yang layak dan mulai dikomersialkan oleh perusahaan Cina pada pertengahan 2000-an. LFP lebih murah dibandingkan dengan baterai lain yang banyak digunakan, sehingga menjadi pilihan utama bagi produsen mobil di Cina, negara pemimpin produksi EV. Saat ini, produsen AS seperti Ford dan Tesla juga mulai mengadopsi teknologi ini.
Dalam debat cawapres semalam, Gibran Rakabuming Raka, cawapres nomor urut 2, menyinggung soal LFP dan mengaitkannya dengan pernyataan Thomas Lembong, anggota tim AMIN, tentang mobil Tesla yang dibuat di Cina tidak menggunakan baterai yang mengandung nikel dan kobalt, melainkan menggunakan LFP. Gibran menilai pernyataan tersebut menyesatkan publik karena Tesla sebenarnya menggunakan nikel.
Cak Imin, cawapres nomor urut 1, merespons pertanyaan Gibran dengan mengatakan bahwa semua hal memiliki etikanya dan diskusi bukanlah tentang tebak-tebakan singkatan. Cak Imin juga menyinggung tentang pentingnya langkah-langkah khusus untuk mengantisipasi bencana iklim dan kerusakan lingkungan.
Pada akhirnya, perdebatan ini menunjukkan bahwa LFP menjadi topik penting dalam diskusi tentang energi dan lingkungan, terutama dalam konteks mobil listrik dan teknologi baterai. Meski demikian, pernyataan dan argumen yang diajukan oleh kedua cawapres menunjukkan adanya perbedaan pandangan tentang bagaimana teknologi ini harus dipahami dan diterapkan.
Mengenai LFP (Lithium Ferro Phosphate)
Penggunaan LFP (Lithium Ferro Phosphate) dalam konteks industri baterai mulai populer dalam beberapa waktu terakhir, utamanya karena berbagai macam kelebihannya. Dikembangkan di tahun 1990-an awal, Baterai LFP (Lithium Ferro Phosphate) diketahui jauh lebih aman karena lebih tahan ketika beroperasi di suhu tinggi dan tidak gampang terbakar ketika digunakan secara wajar. LFP juga memiliki masa pakai yang lebih panjang karena memiliki siklus charge dan discharge yang lebih banyak dibandingkan dengan baterai Lithium-ion biasanya. Hal ini tentu berdampak pada penggunaan kendaraan listrik dan aplikasi lainnya yang membutuhkan masa pakai yang lebih panjang.
Kepopuleran baterai LFP memiliki beberapa dampak terhadap Indonesia:
- Efektivitas harga
Baterai Lithium Ferro Phosphate secara umum lebih murah untuk diproduksi karena menggunakan besi alih-alih nikel. Besi jauh lebih umum dan murah untuk digunakan dibandingkan nikel dan kobal yang cenderung lebih langka dan jamak digunakan pada baterai Lithium-ion pada umumnya. Penggunaan LFP tentu saja akan menekan harga kendaraan listrik dan mempercepat proses adopsi kendaraan listrik di Indonesia - Keamanan
Faktor yang tidak kalah penting dalam penggunaan LFP adalah keamaan. Penggunaan LFP secara luas akan membuat perspektif terhadap faktor baterai meledak dan asumsi bahwa kendaraan listrik tidak aman akan menurun sehingga lebih dapat di terima di kalangan konsumen Indonesia - Dampak terhadap Nikel
Masalah muncul ketika kita berbicara tentang komponen yang digunakan pada LFP. LFP tidak menggunakan Nikel tetapi Besi yang jauh lebih murah dan banyak ditemukan. Tentusaja ada kekhawatiran bahwa pasar Nikel di Indonesia akan terganggu, namun LFP hanyalah 1 dari sekian banyak teknologi baterai yang beredar di pasaran. Nikel tetap adalah bahan yang dibutuhkan di berbagai jenis teknologi baterai seperti NMC (Nickel Manganese Cobalt) dan NCA (Nickel Cobalt Aluminum). Baik NMC dan NCA memiliki kepadatan energi yang lebih daripada LFP sehingga dari segi masa pakai per pengisian tentu juga lebih panjang.
- Dampak lingkungan
Penggunaan Nikel dalam teknologi baterai sendiri bukan tanpa resiko, terutama dari segi keamanan limbah, terutama karena jenis baterai berbasi nikel dapat menghasilkan zat metal beracun yang berbahaya bagi manusia dan lingkungan.
Konteks Debat Cawapres
Tesla menggunakan beberapa jenis teknologi baterai dalam kendaraan listriknya, termasuk Lithium Nickel Cobalt Aluminum Oxide (NCA) dan Lithium Iron Phosphate (LFP). Meskipun Tesla telah mulai menggunakan baterai LFP (Lithium Ferro Phosphate) untuk beberapa model kendaraan yang diproduksi di Cina, mereka masih menggunakan baterai berbasis nikel untuk model kendaraan lainnya.
Argumen bahwa industri nikel di Indonesia akan redup karena Tesla menggunakan baterai LFP (Lithium Ferro Phosphate) dianggap belum sepenuhnya tepat (31% penggunaan LFP secara global, data 2022dilansir dari teslarati.com). Meskipun baterai LFP (Lithium Ferro Phosphate) tidak menggunakan nikel, permintaan global untuk nikel masih tinggi, terutama untuk baterai jenis lain seperti NCA dan Nickel Manganese Cobalt (NMC) yang memiliki densitas energi lebih tinggi. Selain itu, nikel juga digunakan dalam berbagai aplikasi industri lainnya, bukan hanya baterai kendaraan listrik.
Indonesia memiliki cadangan nikel yang besar dan telah berinvestasi secara signifikan dalam pengembangan industri nikel. Meskipun tren penggunaan baterai LFP dapat mempengaruhi permintaan dan pasokan nikel, penggunaan baterai LFP belum memiliki dampak signifikan terhadap industri nikel di Indonesia.
Pertimbangan biaya mungkin akan mendorong pasar kendaraan listrik di Indonesia ke arah baterai LFP yang lebih terjangkau. Namun, ini tidak berarti bahwa industri nikel di Indonesia akan redup. Sebaliknya, Indonesia masih dapat memainkan peran penting dalam ekosistem global industri baterai, stainless steel, dan super alloy.
Dengan demikian, meningkatnya penggunaan baterai LFP dapat dilihat sebagai tantangan sekaligus peluang bagi industri nikel di Indonesia. Para pemain industri nikel di Indonesia perlu berinovasi dan menyesuaikan strategi mereka untuk memanfaatkan peluang ini.