Tokoh.co.id – Kericuhan di Sentani yang meletus bersama kedatangan jenazah mantan Gubernur Papua, Lukas Enembe, pada Kamis (28/12/2023) memunculkan pergolakan yang memakan korban puluhan orang terluka dan bangunan yang terbakar. Sejarah kepemimpinan di Papua mengilustrasikan rentetan figur gubernur dari latar belakang yang berbeda, mencerminkan kompleksitas politik dan regionalisme dalam wilayah tersebut.
Lukas Enembe, seorang putra daerah Pegunungan Papua yang berhasil menjabat sebagai Gubernur, menjadi penanda penting dalam kepemimpinan Papua. Namun, kedatangannya ke Sentani memunculkan kerumunan dan ketidakpuasan, menggambarkan ketegangan yang berakar dalam persepsi mengenai ketidakadilan dan ketimpangan di wilayah tersebut.
Wilayah Pegunungan Papua, meskipun kaya akan sumber daya alam, tetap menjadi salah satu wilayah terbelakang di Indonesia. Indeks Pembangunan Manusia rendah, sementara akses pendidikan dan kesehatan terbatas. Sentimen anti-pemerintah pusat terus menggelora di wilayah ini, dimanifestasikan dalam kelompok separatisme yang aktif.
Kericuhan saat kedatangan jenazah Enembe memunculkan ketidakpuasan yang bukan hanya terbatas pada fanatisme ketokohan, tetapi juga sebagai respons terhadap ketidakadilan yang dianggap terus berlangsung di wilayah Pegunungan Papua.
Kabar dari Kepolisian Papua menyatakan bahwa ada pihak yang memprovokasi dan memicu kekacauan, namun detail kronologi kericuhan tersebut masih belum dijelaskan sepenuhnya. Kericuhan ini juga turut menyoroti kondisi Pj Gubernur Papua dan menandai pemakaman mantan Gubernur Enembe yang dijadwalkan pada sore hari setelah mendapat penghormatan terakhir di STAKIN.
Lukas Enembe, sebelumnya terpidana kasus suap, dihukum penjara selama 8 tahun dan dicabut hak politiknya selama 5 tahun. Keputusan hukum terhadapnya telah menjadi salah satu pemicu yang memunculkan peristiwa ini.